Kuliner Nusantara & Jejak Portugis 4 Hidangan Penuh Cerita – Penjajahan Portugis di Nusantara pada abad ke-16 tak hanya meninggalkan pengaruh dalam bidang perdagangan dan agama, tetapi juga dalam dunia kuliner. Di berbagai daerah Indonesia, terdapat sejumlah hidangan tradisional yang diyakini terinspirasi dari masakan khas Portugis. Perpaduan budaya inilah yang kemudian melahirkan sajian-sajian unik dengan cita rasa khas, hasil akulturasi antara bumbu lokal dan teknik memasak Eropa. Berikut empat kuliner dpmptspkabmurungraya.id tradisional yang menjadi bukti nyata jejak Portugis di Tanah Air.
1. Kue Bolu – Warisan Manis dari Eropa Selatan
Kue bolu, yang kini begitu akrab di lidah masyarakat Indonesia, sejatinya merupakan adaptasi dari kue “bolo” khas Portugis. Kata bolo sendiri berarti “cake” atau “kue” dalam bahasa Portugis. Saat bangsa Portugis datang ke Maluku dan daerah timur Nusantara, mereka membawa teknik memanggang kue menggunakan oven—sebuah hal yang belum lazim di kalangan masyarakat lokal kala itu.
Dalam perkembangannya, kue bolu kemudian disesuaikan dengan bahan-bahan yang lebih mudah ditemukan di Indonesia, seperti tepung terigu lokal, gula kelapa, dan santan. Dari sinilah muncul berbagai varian seperti bolu kukus, bolu pandan, hingga bolu lapis yang kini menjadi bagian dari identitas kuliner Indonesia.
2. Kue Lumpur – Sentuhan Portugis di Dapur Nusantara
Kue lumpur, yang lembut dan legit dengan aroma santan serta vanila, memiliki kemiripan dengan kue pasteis de nata dari Portugis. Bedanya, versi Indonesia menggunakan kemenagboltim.id bahan-bahan tropis seperti santan dan kentang yang memberikan rasa gurih dan tekstur lembut.
Diperkirakan, kue lumpur mulai dikenal di Jawa dan Nusa Tenggara pada masa awal interaksi dengan pedagang Portugis. Proses pembuatannya yang menggunakan teknik panggang dan cetakan kecil menyerupai kue tart Eropa menjadi penanda kuat adanya pengaruh asing di balik kelezatan kue ini.
3. Roti Kompiang – Roti Beraroma Sejarah dari Maluku
Roti kompiang atau kompia adalah salah satu roti tradisional yang berkembang di wilayah Maluku dan sebagian Kalimantan. Roti ini dipercaya mendapat pengaruh dari Portugis yang membawa roti gandum ke Nusantara. Ciri khas kompiang adalah teksturnya yang padat serta rasa sedikit asin, cocok disantap bersama kopi atau teh.
Seiring waktu, kompiang pun mengalami adaptasi lokal. Di beberapa daerah, roti ini diberi taburan wijen atau diisi dengan daging cincang, menunjukkan perpaduan cita rasa Eropa dan Asia yang harmonis.
4. Ikan Bakar Rica-Rica – Akulturasi di Meja Makan Timur
Masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara terkenal dengan sajian ikan bakar rica-rica yang kaya bumbu. Namun, di balik rasa pedas dan segarnya, terdapat pengaruh kuliner Portugis yang cukup kuat. Orang Portugis memperkenalkan teknik grilling atau memanggang daging dan ikan di atas bara api dengan bumbu sederhana.
Ketika teknik ini berpadu dengan rempah-rempah lokal seperti cabai, serai, dan daun jeruk, lahirlah ikan bakar rica-rica yang kini menjadi simbol kuliner khas Sulawesi Utara. Hidangan ini merupakan contoh nyata bagaimana budaya kuliner Eropa dan Nusantara dapat menyatu dengan sempurna.
Penutup: Warisan Rasa yang Menyatu dalam Identitas Nusantara
Jejak Portugis dalam kuliner Indonesia adalah bukti bahwa makanan tak hanya soal rasa, tetapi juga perjalanan sejarah. Dari kue bolu hingga ikan bakar rica-rica, setiap sajian menyimpan kisah panjang interaksi antarbangsa yang membentuk keanekaragaman kuliner Nusantara. Lewat piring-piring tradisional ini, kita bisa mencicipi masa lalu dan merasakan bagaimana warisan budaya asing telah bertransformasi menjadi kebanggaan lokal.